Keindahan Alam

Saya Mau Menunjukkan Bahwa Allah S.W.T Sudah Menciptakan Alam Yang Sangat Luas...,Dan Lihatlah Keindahannya,Pemandangan Yang Berwarna-Warni,Allah Lah yang menciptakan segala Alam semesta...

Sydney

Sydney

hutan

hutan
Allah Telah Membuat Alam Secantik Mungkin Dan inilah Hasilnya...,Betapa indahnya Gampar pemandangan

Keajaiban Allah S.W.T

Pada tahun 1982 terjadi suatu peristiwa yang menarik. Di Universitas Paris,
sebuah tim peneliti dipimpin oleh Alain Aspect melakukan suatu eksperimen
yang mungkin merupakan eksperimen yang paling penting di abad ke-20. Anda tidak mendapatkannya dalam berita malam. Malah, kecuali Anda biasa membaca jurnal-jurnal ilmiah, Anda mungkin tidak pernah mendengar nama Aspect, sekalipun sementara orang merasa Semuannya itu mungkin akan mengubah wajah sains.

Aspect bersama timnya menemukan bahwa dalam lingkungan tertentu
partikel-partikel subatomik, seperti elektron, mampu berkomunikasi dengan
seketika satu sama lain tanpa tergantung pada jarak yang memisahkan mereka.Tidak ada bedanya apakah mereka terpisah 10 kaki atau 10 milyar km satu sama lain.

Entah bagaimana, tampaknya setiap partikel selalu tahu apa yang dilakukan
oleh partikel lain. Masalah yang ditampilkan oleh temuan ini adalah bahwa
hal itu melanggar prinsip Einstein yang telah lama dipegang, yakni bahwa
tidak ada komunikasi yang mampu berjalan lebih cepat daripada kecepatan
cahaya. Oleh karena berjalan melebihi kecepatan cahaya berarti menembus dinding waktu, maka prospek yang menakutkan ini menyebabkan sementara ilmuwan fisika mencoba menyusun teori yang dapat menjelaskan temuan Aspect. Namun hal itu juga mengilhami sementara ilmuwan lain untuk menyusun teori yang lebih radikal lagi.

Pakar fisika teoretik dari Universitas London, David Bohm, misalnya, yakin
bahwa temuan Aspect menyiratkan bahwa realitas obyektif itu tidak ada; bahwa sekalipun tampaknya pejal [solid], alam semesta ini pada dasarnya merupakan khayalan, suatu hologram raksasa yang terperinci secara sempurna.

Untuk memahami mengapa Bohm sampai membuat pernyataan yang mengejutkan ini, pertama-tama kita harus memahami sedikit tentang hologram. Sebuah hologram adalah suatu potret tiga dimensional yang dibuat dengan sinar laser. Untuk membuat hologram, obyek yang akan difoto mula-mula disinari dengan suatu sinar laser. Lalu sinar laser kedua yang dipantulkan dari sinar pertama ditujukan pula kepada obyek tersebut, dan pola interferensi yang terjadi (bidang tempat kedua sinar laser itu bercampur) direkam dalam sebuah pelat foto.

Ketika pelat itu dicuci, gambar terlihat sebagai pusaran-pusaran garis-garis
terang dan gelap. Tetapi ketika foto itu disoroti oleh sebuah sinar laser
lagi, muncullah gambar tiga dimensional dari obyek semula di situ. s
Sifat tiga dimensi dari gambar seperti itu bukan satu-satunya sifat yang
menarik dari hologram. Jika hologram sebuah bunga mawar dibelah dua dan
disoroti oleh sebuah sinar laser, masing-masing belahan itu ternyata masih
mengandung gambar mawar itu secara lengkap (tetapi lebih kecil).

Bahkan, jika belahan itu dibelah lagi, masing-masing potongan foto itu
ternyata selalu mengandung gambar semula yang lengkap sekalipun lebih kecil. Berbeda dengan foto yang biasa, setiap bagian sebuah hologram mengandung semua informasi yang ada pada hologram secara keseluruhan.

Sifat “keseluruhan di dalam setiap bagian” dari sebuah hologram, memberikan kepada kita suatu cara pemahaman yang sama sekali baru terhadap organisasi dan order. Selama sebagian besar sejarahnya, sains Barat bekerja di bawah prinsip yang bias, yakni bahwa cara terbaik untuk memahami fenomena fisikal –baik seekor katak atau sebuah atom– adalah dengan memotong-motongnya dan meneliti bagian-bagiannya.

Sebuah hologram mengajarkan bahwa beberapa hal dari alam semesta ini mungkin tidak akan terungkap dengan pendekatan itu. Jika kita mencoba menguraikan sesuatu yang tersusun secara holografik, kita tidak akan mendapatkan bagian-bagian yang membentuknya, melainkan kita akan mendapatkan keutuhan yang lebih kecil.

Pencerahan ini menuntun Bohm untuk memahami secara lain temuan Aspect. Bohm yakin bahwa alasan mengapa partikel-partikel subatomik mampu berhubungan satu sama lain tanpa terpengaruh oleh jarak yang memisahkan mereka adalah bukan karena mereka mengirimkan isyarat misterius bolak-balik di antara satu sama lain, melainkan oleh karena keterpisahan mereka adalah ilusi. Bohm berkilah, bahwa pada suatu tingkat realitas yang lebih dalam, partikel-partikel seperti itu bukanlah entitas-entitas individual, melainkan merupakan perpanjangan [extension] dari sesuatu yang esa dan fundamental.

Agar khalayak lebih mudah membayangkan apa yang dimaksudkannya, Bohm memberikan ilustrasi berikut:

Bayangkan sebuah akuarium yang mengandung seekor ikan. Bayangkan juga bahwa Anda tidak dapat melihat akuarium itu secara langsung, dan bahwa pengetahuan Anda tentang akuarium itu beserta apa yang terkandung di dalamnya datang dari dua kamera televisi: yang sebuah ditujukan ke sisi depan akuarium, dan yang lain ditujukan ke sisinya.

Ketika Anda menatap kedua layar televisi, Anda mungkin menganggap bahwa ikan yang ada pada masing-masing layar itu adalah dua ikan yang berbeda.Bagaimana pun juga, karena kedua kamera diarahkan dengan sudut yang berbeda, masing-masing gambar ikan itu sedikit berbeda satu sama lain. Tetapi sementara Anda terus memandang kedua ikan itu, akhirnya Anda akan menyadari bahwa ada hubungan tertentu di antara kedua ikan itu.

Kalau yang satu berbelok, yang lain juga membuat gerakan yang berbeda tapi sesuai; jika yang satu menghadap kamera, yang lain menghadap ke suatu sisi. Jika Anda tidak menyadari seluruh situasinya, Anda mungkin menyimpulkan bahwa kedua ikan itu saling berkomunikasi secara seketika, tetapi jelas bukan demikian halnya.

Menurut Bohm, inilah sesungguhnya yang terjadi di antara partikel-partikel
subatomik dalam eksperimen Aspect itu. Menurut Bohm, hubungan yang tampaknya “lebih cepat dari cahaya” di antara partikel-partikel subatomik sesungguhnya mengatakan kepada kita bahwa ada suatu tingkat realitas yang lebih dalam, yang selama ini tidak kita kenal, suatu dimensi yang lebih rumit di luar dimensi kita, dimensi yang beranalogi dengan akuarium itu. Tambahnya, kita memandang obyek-obyek seperti partikel-partikel subatomik sebagai terpisah satu sama lain oleh karena kita hanya memandang satu bagian dari realitas sesungguhnya.

Partikel-partikel seperti itu bukanlah “bagian-bagian” yang terpisah,
melainkan faset-faset dari suatu kesatuan (keesaan) yang lebih dalam dan
lebih mendasar, yang pada akhirnya bersifat holografik dan tak terbagi-bagi
seperti gambar mawar di atas. Dan oleh karena segala sesuatu dalam realitas fisikal terdiri dari apa yang disebut “eidolon-eidolon” ini, maka alam
semesta itu sendiri adalah suatu proyeksi, suatu hologram. Di samping
hakekatnya yang seperti bayangan, alam semesta itu memiliki sifat-sifat lain
yang cukup mengejutkan. Jika keterpisahan yang tampak di antara
partikel-partikel subatomik itu ilusif, itu berarti pada suatu tingkat
realitas yang lebih dalam segala sesuatu di alam semesta ini saling
berhubungan secara tak terbatas.

Elektron-elektron didalam atom karbon dalam otak manusia berhubungan dengan partikel-partikel subatomik yang membentuk setiap ikan salem yang berenang, setiap jantung yang berdenyut, dan setiap bintang yang berkilauan di angkasa. Segala sesuatu meresapi segala sesuatu; dan sekalipun sifat manusia selalu mencoba memilah-milah, mengkotak-kotakkan dan membagi-bagi berbagai fenomena di alam semesta, semua pengkotakan itu mau tidak mau adalah artifisial, dan segenap alam semesta ini pada akhirnya merupakan suatu jaringan tanpa jahitan.

Di dalam sebuah alam semesta yang holografik, bahkan waktu dan ruang tidak dapat lagi dipandang sebagai sesuatu yang fundamental. Oleh karena
konsep-konsep seperti ‘lokasi’ runtuh di dalam suatu alam semesta yang di
situ tidak ada lagi sesuatu yang terpisah dari yang lain, maka waktu dan
ruang tiga dimensional –seperti gambar-gambar ikan pada layar-layar TV di
atas– harus dipandang sebagai proyeksi dari order yang lebih dalam lagi.

Pada tingkatan yang lebih dalam, realitas merupakan semacam superhologram yang di situ masa lampau, masa kini, dan masa depan semua ada (berlangsung) secara serentak. Ini mengisyaratkan bahwa dengan peralatan yang tepat mungkin di masa depan orang bisa menjangkau ke tingkatan realitas superholografik itu dan mengambil adegan-adegan dari masa lampau yang terlupakan.

Apakah ada lagi yang terkandung dalam superhologram itu merupakan pertanyaan terbuka. Bila diterima –dalam diskusi ini– bahwa superhologram itu merupakan matriks yang melahirkan segala sesuatu dalam alam semesta kita, setidak-tidaknya ia mengandung setiap partikel subatomik yang pernah ada dan akan ada — setiap konfigurasi materi dan energi yang mungkin, dari butiran salju sampai quasar, dari ikan paus biru sampai sinar gamma. Itu bisa dilihat sebagai gudang kosmik dari “segala yang ada”.

Sekalipun Bohm mengakui bahwa kita tidak mempunyai cara untuk mengetahui apa lagi yang tersembunyi di dalam superhologram itu, ia juga mengatakan bahwa kita tidak mempunyai alasan bahwa superhologram itu tidak mengandung apa-apa lagi. Atau, seperti dinyatakannya, mungkin tingkat realitas superholografik itu “sekadar satu tingkatan”, yang di luarnya terletak “perkembangan lebih lanjut yang tak terbatas.“

Bohm bukanlah satu-satunya peneliti yang menemukan bukti-bukti bahwa alam semesta ini merupakan hologram. Dengan bekerja secara independen di bidang penelitian otak, pakar neurofisiologi Karl Pribram dari Universitas
Stanford, juga menerima sifat holografik dari realitas.

Pribram tertarik kepada model holografik oleh teka-teki bagaimana dan di
mana ingatan tersimpan di dalam otak. Selama puluhan tahun berbagai
penelitian menunjukkan bahwa alih-alih tersimpan dalam suatu lokasi
tertentu, ingatan tersebar di seluruh bagian otak.

Dalam serangkaian penelitian yang bersejarah pada tahun 1920-an, ilmuwan
otak Karl Lashley menemukan bahwa tidak peduli bagian mana dari otak tikus yang diambilnya, ia tidak dapat menghilangkan ingatan untuk melakukan tugas-tugas rumit yang pernah dipelajari tikus itu sebelum dioperasi. Masalahnya ialah tidak seorang pun dapat menjelaskan mekanisme penyimpanan ingatan yang bersifat “semua di dalam setiap bagian” yang aneh ini.

Lalu pada tahun 1960-an Pribram membaca konsep holografi dan menyadari bahwa ia telah menemukan penjelasan yang telah lama dicari-cari oleh para ilmuwan otak. Pribram yakin bahwa ingatan terekam bukan di dalam neuron-neuron (sel-sel otak), melainkan di dalam pola-pola impuls saraf yang merambah seluruh otak, seperti pola-pola interferensi sinar laser yang merambah seluruh wilayah pelat film yang mengandung suatu gambar holografik. Dengan kata lain, Pribram yakin bahwa otak itu sendiri merupakan sebuah hologram.

Teori Pribram juga menjelaskan bagaimana otak manusia dapat menyimpan begitu banyak ingatan dalam ruang yang begitu kecil. Pernah diperkirakan bahwa otak manusia mempunyai kapasitas mengingat sekitar 10 milyar bit informasi selama masa hidup manusia rata-rata (atau kira-kira sebanyak informasi yang terkandung dalam lima set Encyclopaedia Britannica).

Demikian pula telah ditemukan bahwa di samping sifat-sifatnya yang lain,
hologram mempunyai kapasitas untuk menyimpan informasi — hanya dengan mengubah sudut kedua sinar laser itu jatuh pada permukaan pelat film, dimungkinkan untuk merekam banyak gambar berbeda pada permukaan yang sama. Telah dibuktikan bahwa satu sentimeter kubik pelat film dapat menyimpan sebanyak 10 milyar bit informasi.

Kemampuan mengagumkan dari manusia untuk mengambil informasi yang diperlukan dari gudang ingatan yang amat besar itu dapat lebih dipahami jika otak berfungsi menurut prinsip-prinsip holografik. Jika seorang teman minta Anda mengatakan apa yang terlintas dalam pikiran ketika ia menyebut “zebra”, Anda tidak perlu tertatih-tatih melakukan sorting dan mencari dalam suatu file alfabetis raksasa dalam otak untuk sampai kepada suatu jawaban. Alih-alih, berbagai asosiasi seperti “bergaris-garis” , “macam kuda”, dan “binatang dari Afrika” semua muncul di kepala Anda dengan seketika.

Sesungguhnya, salah satu hal paling mengherankan tentang proses berpikir
manusia adalah bahwa setiap butir informasi tampaknya dengan seketika
berkorelasi- silang dengan setiap butir informasi lain– ini merupakan sifat
intrinsik dari hologram. Oleh karena setiap bagian dari hologram saling
berhubungan secara tak terbatas satu sama lain, ini barangkali merupakan
contoh terbaik dari alam tentang suatu sistem yang saling berkorelasi.

Penyimpanan ingatan bukan satu-satunya teka-teki neurofisiologis yang lebih
dapat dijelaskan dengan model otak holografik Pribram. Teka-teki lain adalah
bagaimana otak mampu menerjemahkan serbuan frekuensi-frekuensi yang
diterimanya melalui pancaindra (frekuensi cahaya, frekuensi suara, dan
sebagainya) menjadi dunia konkrit dari persepsi manusia. Merekam dan
menguraikan kembali frekuensi adalah sifat terunggul dari sebuah hologram.
Seperti hologram berfungsi sebagai semacam lensa, alat yang menerjemahkan frekuensi-frekuensi kabur yang tak berarti menjadi suatu gambar yang koheren, Pribram yakin bahwa otak juga merupakan sebuah lensa yang menggunakan prinsip-prinsip holografik untuk secara matematis mengubah frekuensi-frekuensi yang diterimanya melalui pancaindra menjadi persepsi di dalam batin kita.

Sejumlah bukti yang mengesankan mengisyaratkan bahwa otak menggunakan prinsip-prinsip holografik untuk menjalankan fungsinya. Sesungguhnya, teori Pribram makin diterima di kalangan pakar neurofisiologi. Peneliti Argentina-Italia, Hugo Zucarelli, baru-baru ini memperluas model holografik ke dalam fenomena akustik. Menghadapi teka-teki bahwa manusia dapat menetapkan sumber suara tanpa menggerakkan kepalanya, bahkan jika mereka hanya memiliki pendengaran pada satu telinga saja, Zucarelli menemukan prinsip-prinsip holografik dapat menjelaskan kemampuan ini.

Zucarelli juga mengembangkan teknologi suara holofonik, suatu teknik
perekaman yang mampu mereproduksi suasana akustik dengan realisme yang mengagumkan.

Keyakinan Pribram bahwa otak kita secara matematis membangun realitas
“keras” dengan mengandalkan diri pada masukan dari suatu domain frekuensi
juga telah mendapat dikungan sejumlah eksperimen.

Telah ditemukan bahwa masing-masing indra kita peka terhadap suatu bentangan frekuensi yang jauh lebih lebar daripada yang dianggap orang sebelum ini.

Misalnya, para peneliti telah menemukan bahwa sistem penglihatan kita peka terhadap frekuensi suara, bahwa indra penciuman kita sebagian bergantung pada apa yang sekarang dinamakan “frekuensi osmik”, dan bahkan sel-sel tubuh kita peka terhadap suatu bentangan luas frekuensi. Temuan-temuan seperti itu menandakan bahwa hanya di dalam domain kesadaran holografik saja frekuensi-frekuensi seperti itu dipilah-pilah dan dibagi-bagi menjadi persepsi konvensional.

Tetapi aspek yang paling membingungkan dari model otak holografik Pribram
adalah apa yang terjadi apabila model itu dipadukan dengan teori Bohm. Oleh
karena, bila kekonkritan alam semesta ini hanyalah realitas sekunder dan
bahwa apa yang ada “di luar sana” sesungguhnya hanyalah kekaburan frekuensi holografik, dan jika otak juga sebuah hologram dan hanya memilih beberapa saja dari frekuensi-frekuensi yang kabur dan secara matematis mengubahnya menjadi persepsi sensorik, apa jadinya dengan realitas yang obyektif?

Secara sederhana, realias obyektif itu tidak ada lagi. Seperti telah lama
dinyatakan oleh agama-agama dari Timur, dunia materi ini adalah Maya, suatu
ilusi, dan sekalipun kita mungkin berpikir bahwa kita ini makhluk fisikal
yang bergerak di dalam dunia fisikal, ini juga suatu ilusi.

Kita ini sebenarnya adalah “pesawat penerima” yang mengambang melalui suatu lautan frekuensi kaleidoskopik, dan apa yang kita ambil dari lautan ini dan terjemahkan menjadi realitas fisikal hanyalah satu channel saja dari sekian banyak yang diambil dari superhologram itu.

Gambaran realitas yang baru dan mengejutkan ini, yakni sintesis antara
pandangan Bohm dan Pribram, dinamakan paradigma holografik, dan sekalipun banyak ilmuwan memandangnya secara skeptik, paradigma itu menggairahkan sementara ilmuwan lain. Suatu lingkungan kecil ilmuwan –yang jumlahnya makin bertambah– percaya bahwa paradigma itu merupakan model realitas yang paling akurat yang pernah dicapai sains. Lebih dari itu, sementara kalangan percaya bahwa itu dapat
memecahkan beberapa misteri yang selama ini belum dapat dijelaskan oleh
sains, dan bahkan dapat menegakkan hal-hal paranormal sebagai bagian dari
alam. Banyak peneliti, termasuk Bohm dan Pribram, mencatat bahwa banyak fenomena para-psikologis menjadi lebih dapat dipahami dalam kerangka paradigma holografik.

Dalam suatu alam semesta yang di situ otak individu sesungguhnya adalah
bagian yang tak terbagi dari hologram yang lebih besar dan segala sesuatu
saling berhubungan secara tak terbatas, maka telepati mungkin tidak lebih
dari sekadar mengakses tingkat holografik itu. Jelas itu jauh lebih mudah
dapat memahami bagaimana informasi dapat berpindah dari batin individu A
kepada batin individu B yang berjauhan, dan memahami sejumlah teka-teki yang belum terpecahkan dalam psikologi. Khususnya, Grof merasa bahwa paradigma holografik menawarkan model untuk memahami banyak fenomena membingungkan yang dialami orang dalam keadaan “kesadaran yang berubah” [altered states of consciousness] .

Pada tahun 1950-an, ketika melakukan penelitian terhadap anggapan bahwa LSD adalah alat penyembuhan psikoterapi, Grof mempunyai seorang pasien wanita yang tiba-tiba merasa yakin bahwa dia mempunyai identitas seekor reptil betina prasejarah. Selama halusinasinya, dia tidak hanya menguraikan secara amat mendetail tentang bagaimana rasanya terperangkap dalam wujud seperti itu, melainkan juga mengatakan bahwa bagian anatomi binatang jantan adalah sepetak sisik berwarna pada sisi kepalanya.

Yang mengejutkan Grof ialah bahwa, sekalipun wanita itu sebelumnya tidak
mempunyai pengetahuan tentang hal-hal itu, suatu percakapan dengan seorang ahli zoologi belakangan menguatkan bahwa pada beberapa spesies reptilia tertentu bagian-bagian berwarna dari kepala memainkan peran penting untuk membangkitkan birahi.

Pengalaman wanita itu bukan sesuatu yang unik. Selama penelitiannya, Grof
bertemu dengan pasien-pasien yang mengalami regresi dan mengenali dirinya sebagai salah satu spesies dalam deretan evolusi. Tambahan pula, ia
mendapati bahwa pengalaman-pengalam an seperti itu sering kali mengandung informasi zoologis yang jarang diketahui yang belakangan ternyata akurat.

Regresi ke dalam dunia binatang bukanlah satu-satunya fenomena psikologis
yang menjadi teka-teki yang ditemukan Grof. Ia juga mempunyai pasien-pasien yang tampak dapat memasuki alam bawah sadar kolektif atau rasial.
Orang-orang yang tidak terdidik tiba-tiba memberikan gambaran yang
terperinci tentang praktek penguburan Zoroaster dan adegan-adegan dari
mitologi Hindu. Jenis pengalaman yang lain adalah orang-orang yang
memberikan uraian yang meyakinkan tentang perjalanan di luar tubuh, atau
melihat sekilas masa depan yang akan terjadi, atau regresi ke dalam
inkarnasi dalam salah satu kehidupan lampau.

Dalam riset-riset lebih lanjut, Grof menemukan bentangan fenomena yang sama muncul dalam sesi-sesi terapi yang tidak menggunakan obat-obatan
[psikotropika] . Oleh karena unsur yang sama dalam pengalaman-pengalam an seperti itu tampaknya adalah diatasinya kesadaran individu yang biasanya
dibatasi oleh ego dan/atau dibatasi oleh ruang dan waktu, Grof menyebut
fenomena itu sebagai “pengalaman transpersonal” , dan pada akhir tahun
1960-an ia membantu mendirikan cabang psikologi yang disebut “psikologi
transpersonal” yang sepenuhnya mengkaji pengalaman-pengalaman
seperti itu.

Sekalipun perhimpunan yang didirikan oleh Grof, Perhimpunan Psikologi
Transpersonal [Association of Transpersonal Psychology], menghimpun
sekelompok profesional yang jumlahnya semakin bertambah, dan telah menjadi cabang psikologi yang terhormat [di kalangan sains], selama bertahun-tahun Grof maupun rekan-rekannya tidak dapat memberikan suatu mekanisme yang dapat menjelaskan berbagai fenomena psikologis aneh yang mereka saksikan. Tetapi semua itu berubah dengan lahirnya paradigma holografik.

Sebagaimana dicatat Grof baru-baru ini, jika batin memang bagian dari suatu
kontinuum, suatu labirin yang berhubungan bukan hanya dengan setiap batin
lain yang ada dan yang pernah ada, melainkan berhubungan pula dengan setiap atom, organisme, dan wilayah di dalam ruang dan waktu yang luas itu sendiri, maka fakta bahwa batin kadang-kadang bisa menjelajah ke dalam labirin itu dan mengalami hal-hal transpersonal tidak lagi tampak begitu aneh.

Paradigma holografik juga mempunyai implikasi bagi sains-sains “keras”
seperti biologi. Keith Floyd, seorang psikolog di Virginia Intermont
College, mengatakan bahwa jika realitas yang konkrit tidak lebih dari
sekadar ilusi holografik, maka tidak benar lagi pernyataan yang mengklaim
bahwa otak menghasilkan kesadaran. Alih-alih, justru kesadaranlah yang
menciptakan perwujudan dari otak — termasuk juga tubuh dan segala sesuatu di sekitar kita yang kita tafsirkan sebagai fisikal.

Pembalikan cara melihat struktur-struktur biologis seperti itu menyebabkan
para peneliti mengatakan bahwa ilmu kedokteran dan pemahaman kita mengenai proses penyembuhan juga dapat mengalami transformasi berkat paradigma holografik ini. Jika struktur yang tampaknya fisikal dari badan ini tidak lain daripada proyeksi holografik dari kesadaran, maka jelas bahwa
masing-masing dari kita jauh lebih bertanggung- jawab bagi kesehatan diri
kita daripada yang dinyatakan oleh pengetahuan kedokteran masa kini. Apa
yang sekarang kita lihat sebagai penyembuhan penyakit yang bersifat
“mukjizat” mungkin sesungguhnya disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam kesadaran yang pada gilirannya mempengaruhi perubahan-perubahan dalam hologram badan jasmani.

Demikian pula, teknik-teknik penyembuhan baru yang kontroversial, seperti
visualisasi, mungkin berhasil baik oleh karena dalam domain pikiran yang
holografik gambar-gambar pada akhirnya sama nyatanya dengan “realitas”.

Bahkan berbagai visiun dan pengalaman yang menyangkut realitas yang “tidak biasa” dapat dijelaskan dengan paradigma holografik. Dalam bukunya “Gifts of Unknown Things”, pakar biologi Lyall Watson menceritakan pertemuannya dengan seorang dukun perempuan Indonesia yang, dengan melakuan semacam tarian ritual, mampu melenyapkan sekumpulan pepohonan. Watson mengisahkan, sementara ia dan seorang pengamat lain terus memandang perempuan itu dengan takjub, ia membuat pepohonan itu muncul kembali, lalu melenyapkannya dan memunculkannya lagi beberapa kali berturut-turut.

Sekalipun pemahaman saintifik masa kini tidak mampu menjelaskan
peristiwa-peristiwa seperti itu, berbagai pengalaman seperti ini menjadi
lebih mungkin jika realitas “keras” tidak lebih dari sekadar proyeksi
holografik.

Mungkin kita sepakat tentang apa yang “ada” atau “tidak ada” oleh karena apa yang disebut “realitas konsensus” itu dirumuskan dan disahkan di tingkat
bawah sadar manusia, yang di situ semua batin saling berhubungan tanpa
terbatas.

Jika ini benar, maka ini adalah implikasi paling dalam dari paradigma
holografik, oleh karena hal itu berarti bahwa pengalaman-pengalam an
sebagaimana dialami oleh Watson adalah tidak lazim hanya oleh karena kita
tidak memprogram batin kita dengan kepercayaan- kepercayaan yang membuatnya lazim. Di dalam alam semesta yang holografik, tidak ada batas bagaimana kita dapat mengubah bahan-bahan realitas.

Yang kita lihat sebagai ‘realitas’ hanyalah sebuah kanvas yang menunggu kita gambari dengan gambar apa pun yang kita inginkan. Segala sesuatu adalah mungkin, mulai dari melengkungkan sendok dengan kekuatan batin sampai peristiwa-peristiwa fantastik yang dialami oleh Castaneda selama
pertemuannya dengan dukun Indian bangsa Yaqui, Don Juan, oleh karena sihir adalah hak asasi kita, tidak lebih dan tidak kurang adikodratinya daripada kemampuan kita menghasilkan realitas yang kita inginkan ketika kita bermimpi.

Sesungguhnya, bahkan paham-paham kita yang paling mendasar tentang realitas patut dipertanyakan, oleh karena di dalam alam semesta holografik,
sebagaimana ditunjukkan oleh Pribram, bahkan perisitiwa yang terjadi secara
acak [random] harus dilihat sebagai berdasarkan prinsip holografik dan oleh
karena itu bersifat determined. ‘Sinkronisitas’ atau peristiwa-peristiwa
kebetulan yang bermanfaat, tiba-tiba masuk akal, dan segala sesuatu dalam
realitas harus dilihat sebagai metafora, oleh karena bahkan peristiwa yang
paling kacau mengungkapkan suatu simetri tertentu yang mendasarinya.

Apakah paradigma holografik Bohm dan Pribram akan diterima oleh sains atau tenggelam begitu saja masih akan kita lihat, tetapi pada saat ini agaknya dapat dikatakan bahwa paradigma itu telah berpengaruh terhadap pemikiran sejumlah ilmuwan. Dan bahkan jika kelak terbukti bahwa model holografik tidak memberikan penjelasan terbaik bagi komunikasi seketika yang tampaknya berlangsung bolak-balik di antara partikel-partikel subatomik, setidak-tidaknya, sebagaimana dinyatakan oleh Basil Hiley, seorang pakar fisika di Birbeck College di London, temuan Aspect “menunjukkan bahwa kita harus siap mempertimbangkan paham-paham baru yang radikal mengenai realitas.”

Asal mula alam semesta digambarkan dalam Al Qur'an pada ayat berikut:

"Dialah pencipta langit dan bumi." (Al Qur'an, 6:101)
Keterangan yang diberikan Al Qur'an ini bersesuaian penuh dengan penemuan ilmu pengetahuan masa kini. Kesimpulan yang didapat astrofisika saat ini adalah bahwa keseluruhan alam semesta, beserta dimensi materi dan waktu, muncul menjadi ada sebagai hasil dari suatu ledakan raksasa yang tejadi dalam sekejap. Peristiwa ini, yang dikenal dengan "Big Bang", membentuk keseluruhan alam semesta sekitar 15 milyar tahun lalu. Jagat raya tercipta dari suatu ketiadaan sebagai hasil dari ledakan satu titik tunggal. Kalangan ilmuwan modern menyetujui bahwa Big Bang merupakan satu-satunya penjelasan masuk akal dan yang dapat dibuktikan mengenai asal mula alam semesta dan bagaimana alam semesta muncul menjadi ada.
Sebelum Big Bang, tak ada yang disebut sebagai materi. Dari kondisi ketiadaan, di mana materi, energi, bahkan waktu belumlah ada, dan yang hanya mampu diartikan secara metafisik, terciptalah materi, energi, dan waktu. Fakta ini, yang baru saja ditemukan ahli fisika modern, diberitakan kepada kita dalam Al Qur'an 1.400 tahun lalu.
Sensor sangat peka pada satelit ruang angkasa COBE yang diluncurkan NASA pada tahun 1992 berhasil menangkap sisa-sisa radiasi ledakan Big Bang. Penemuan ini merupakan bukti terjadinya peristiwa Big Bang, yang merupakan penjelasan ilmiah bagi fakta bahwa alam semesta diciptakan dari ketiadaan.


Ayat ke-11 dari Surat Ath Thaariq dalam Al Qur'an, mengacu pada fungsi "mengembalikan" yang dimiliki langit.

"Demi langit yang mengandung hujan." (Al Qur'an, 86:11)
Kata yang ditafsirkan sebagai "mengandung hujan" dalam terjemahan Al Qur'an ini juga bermakna "mengirim kembali" atau "mengembalikan".
Sebagaimana diketahui, atmosfir yang melingkupi bumi terdiri dari sejumlah lapisan. Setiap lapisan memiliki peran penting bagi kehidupan. Penelitian mengungkapkan bahwa lapisan-lapisan ini memiliki fungsi mengembalikan benda-benda atau sinar yang mereka terima ke ruang angkasa atau ke arah bawah, yakni ke bumi. Sekarang, marilah kita cermati sejumlah contoh fungsi "pengembalian" dari lapisan-lapisan yang mengelilingi bumi tersebut.
Lapisan Troposfir, 13 hingga 15 km di atas permukaan bumi, memungkinkan uap air yang naik dari permukaan bumi menjadi terkumpul hingga jenuh dan turun kembali ke bumi sebagai hujan.
Lapisan ozon, pada ketinggian 25 km, memantulkan radiasi berbahaya dan sinar ultraviolet yang datang dari ruang angkasa dan mengembalikan keduanya ke ruang angkasa.
Ionosfir, memantulkan kembali pancaran gelombang radio dari bumi ke berbagai belahan bumi lainnya, persis seperti satelit komunikasi pasif, sehingga memungkinkan komunikasi tanpa kabel, pemancaran siaran radio dan televisi pada jarak yang cukup jauh.
Lapisan magnet memantulkan kembali partikel-partikel radioaktif berbahaya yang dipancarkan Matahari dan bintang-bintang lainnya ke ruang angkasa sebelum sampai ke Bumi.
Sifat lapisan-lapisan langit yang hanya dapat ditemukan secara ilmiah di masa kini tersebut, telah dinyatakan berabad-abad lalu dalam Al Qur'an. Ini sekali lagi membuktikan bahwa Al Qur'an adalah firman Allah.


Gambar ini memperlihatkan sejumlah meteor yang hendak menumbuk bumi. Benda-benda langit yang berlalu lalang di ruang angkasa dapat menjadi ancaman serius bagi Bumi. Tapi Allah, Pencipta Maha Sempurna, telah menjadikan atmosfir sebagai atap yang melindungi bumi. Berkat pelindung istimewa ini, kebanyakan meteorid tidak mampu menghantam bumi karena terlanjur hancur berkeping-keping ketika masih berada di atmosfir.
Dalam Al Qur'an, Allah mengarahkan perhatian kita kepada sifat yang sangat menarik tentang langit:
"Dan Kami menjadikan langit itu sebagai atap yang terpelihara, sedang mereka berpaling dari segala tanda-tanda (kekuasaan Allah) yang ada padanya." (Al Qur'an, 21:32)
Sifat langit ini telah dibuktikan oleh penelitian ilmiah abad ke-20.
Atmosfir yang melingkupi bumi berperan sangat penting bagi berlangsungnya kehidupan. Dengan menghancurkan sejumlah meteor, besar ataupun kecil ketika mereka mendekati bumi, atmosfir mencegah mereka jatuh ke bumi dan membahayakan makhluk hidup.
Atmosfir juga menyaring sinar-sinar dari ruang angkasa yang membahayakan kehidupan. Menariknya, atmosfir hanya membiarkan agar ditembus oleh sinar-sinar tak berbahaya dan berguna, - seperti cahaya tampak, sinar ultraviolet tepi, dan gelombang radio. Semua radiasi ini sangat diperlukan bagi kehidupan. Sinar ultraviolet tepi, yang hanya sebagiannya menembus atmosfir, sangat penting bagi fotosintesis tanaman dan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup. Sebagian besar sinar ultraviolet kuat yang dipancarkan matahari ditahan oleh lapisan ozon atmosfir dan hanya sebagian kecil dan penting saja dari spektrum ultraviolet yang mencapai bumi.

Kebanyakan manusia yang memandang ke arah langit tidak pernah berpikir tentang fungsi atmosfir sebagai pelindung. Hampir tak pernah terlintas dalam benak mereka tentang apa jadinya bumi ini jika atmosfir tidak ada. Foto di atas adalah kawah raksasa yang terbentuk akibat hantaman sebuah meteor yang jatuh di Arizona, Amerika Serikat. Jika atmosfir tidak ada, jutaan meteorid akan jatuh ke Bumi, sehingga menjadikannya tempat yang tak dapat dihuni. Namun, fungsi pelindung dari atmosfir memungkinkan makhluk hidup untuk melangsungkan kehidupannya dengan aman. Ini sudah pasti perlindungan yang Allah berikan bagi manusia, dan sebuah keajaiban yang dinyatakan dalam Al Qur'an.
Fungsi pelindung dari atmosfir tidak berhenti sampai di sini. Atmosfir juga melindungi bumi dari suhu dingin membeku ruang angkasa, yang mencapai sekitar 270 derajat celcius di bawah nol.
Tidak hanya atmosfir yang melindungi bumi dari pengaruh berbahaya. Selain atmosfir, Sabuk Van Allen, suatu lapisan yang tercipta akibat keberadaan medan magnet bumi, juga berperan sebagai perisai melawan radiasi berbahaya yang mengancam planet kita. Radiasi ini, yang terus- menerus dipancarkan oleh matahari dan bintang-bintang lainnya, sangat mematikan bagi makhuk hidup. Jika saja sabuk Van Allen tidak ada, semburan energi raksasa yang disebut jilatan api matahari yang terjadi berkali-berkali pada matahari akan menghancurkan seluruh kehidupan di muka bumi.
Dr. Hugh Ross berkata tentang perang penting Sabuk Van Allen bagi kehidupan kita:
Bumi ternyata memiliki kerapatan terbesar di antara planet-planet lain di tata surya kita. Inti bumi yang terdiri atas unsur nikel dan besi inilah yang menyebabkan keberadaan medan magnetnya yang besar. Medan magnet ini membentuk lapisan pelindung berupa radiasi Van-Allen, yang melindungi Bumi dari pancaran radiasi dari luar angkasa. Jika lapisan pelindung ini tidak ada, maka kehidupan takkan mungkin dapat berlangsung di Bumi. Satu-satunya planet berbatu lain yang berkemungkinan memiliki medan magnet adalah Merkurius - tapi kekuatan medan magnet planet ini 100 kali lebih kecil dari Bumi. Bahkan Venus, planet kembar kita, tidak memiliki medan magnet. Lapisan pelindung Van-Allen ini merupakan sebuah rancangan istimewa yang hanya ada pada Bumi. (http://www.jps.net/bygrace/index. html Taken from Big Bang Refined by Fire by Dr. Hugh Ross, 1998. Reasons To Believe, Pasadena, CA.)
Energi yang dipancarkan dalam satu jilatan api saja, sebagaimana tercatat baru-baru ini, terhitung setara dengan 100 milyar bom atom yang serupa dengan yang dijatuhkan di Hiroshima. Lima puluh delapan jam setelah kilatan tersebut, teramati bahwa jarum magnetik kompas bergerak tidak seperti biasanya, dan 250 kilometer di atas atmosfir bumi terjadi peningkatan suhu tiba-tiba hingga mencapai 2.500 derajat celcius.
Singkatnya, sebuah sistem sempurna sedang bekerja jauh tinggi di atas bumi. Ia melingkupi bumi kita dan melindunginya dari berbagai ancaman dari luar angkasa. Para ilmuwan baru mengetahuinya sekarang, sementara berabad-abad lampau, kita telah diberitahu dalam Al Qur'an tentang atmosfir bumi yang berfungsi sebagai lapisan pelindung.
Energi yang dipancarkan oleh sebuah letusan pada Matahari sungguh amat dahsyat sehingga sulit dibayangkan akal manusia: Letusan tunggal pada matahari setara dengan ledakan 100 juta bom atom yang pernah dijatuhkan di Hiroshima. Bumi terlindungi dari pengaruh merusak akibat pancaran energi ini. The magnetosphere layer, formed by the magnetic field of the Earth, serves as a shield protecting the earth from celestial bodies, harmful cosmic rays and particles. In the above picture, this magnetosphere layer, which is also named Van Allen Belts, is seen. These belts at thousands of kilometres above the earth protect the living things on the Earth from the fatal energy that would otherwise reach it from space.

"Dia menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar; Dia menutupkan malam atas siang dan menutupkan siang atas malam..." (Al Qur'an, 39:5)
Dalam Al Qur'an, kata-kata yang digunakan untuk menjelaskan tentang alam semesta sungguh sangat penting. Kata Arab yang diterjemahkan sebagai "menutupkan" dalam ayat di atas adalah "takwir". Dalam kamus bahasa Arab, misalnya, kata ini digunakan untuk menggambarkan pekerjaan membungkus atau menutup sesuatu di atas yang lain secara melingkar, sebagaimana surban dipakaikan pada kepala.
Keterangan yang disebut dalam ayat tersebut tentang siang dan malam yang saling menutup satu sama lain berisi keterangan yang tepat mengenai bentuk bumi. Pernyataan ini hanya benar jika bumi berbentuk bulat. Ini berarti bahwa dalam Al Qur'an, yang telah diturunkan di abad ke-7, telah diisyaratkan tentang bentuk planet bumi yang bulat.
Namun perlu diingat bahwa ilmu astronomi kala itu memahami bumi secara berbeda. Di masa itu, bumi diyakini berbentuk bidang datar, dan semua perhitungan serta penjelasan ilmiah didasarkan pada keyakinan ini. Sebaliknya, ayat-ayat Al Qur'an berisi informasi yang hanya mampu kita pahami dalam satu abad terakhir. Oleh karena Al Qur'an adalah firman Allah, maka tidak mengherankan jika kata-kata yang tepat digunakan dalam ayat-ayatnya ketika menjelaskan jagat raya.

Tatkala merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur'an, ditegaskan bahwa masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
"Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya." (Al Qur'an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:

"Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui." (Al Qur'an, 36:38)
Fakta-fakta yang disampaikan dalam Al Qur'an ini telah ditemukan melalui pengamatan astronomis di zaman kita. Menurut perhitungan para ahli astronomi, matahari bergerak dengan kecepatan luar biasa yang mencapai 720 ribu km per jam ke arah bintang Vega dalam sebuah garis edar yang disebut Solar Apex. Ini berarti matahari bergerak sejauh kurang lebih 17.280.000 kilometer dalam sehari. Bersama matahari, semua planet dan satelit dalam sistem gravitasi matahari juga berjalan menempuh jarak ini. Selanjutnya, semua bintang di alam semesta berada dalam suatu gerakan serupa yang terencana.

Sebagaimana komet-komet lain di alam raya, komet Halley, sebagaimana terlihat di atas, juga bergerak mengikuti orbit atau garis edarnya yang telah ditetapkan. Komet ini memiliki garis edar khusus dan bergerak mengikuti garis edar ini secara harmonis bersama-sama dengan benda-benda langit lainnya.
Keseluruhan alam semesta yang dipenuhi oleh lintasan dan garis edar seperti ini, dinyatakan dalam Al Qur'an sebagai berikut:
"Demi langit yang mempunyai jalan-jalan." (Al Qur'an, 51:7)
Terdapat sekitar 200 milyar galaksi di alam semesta yang masing-masing terdiri dari hampir 200 bintang. Sebagian besar bintang-bintang ini mempunyai planet, dan sebagian besar planet-planet ini mempunyai bulan. Semua benda langit tersebut bergerak dalam garis peredaran yang diperhitungkan dengan sangat teliti. Selama jutaan tahun, masing-masing seolah "berenang" sepanjang garis edarnya dalam keserasian dan keteraturan yang sempurna bersama dengan yang lain. Selain itu, sejumlah komet juga bergerak bersama sepanjang garis edar yang ditetapkan baginya.
Semua benda langit termasuk planet, satelit yang mengiringi planet, bintang, dan bahkan galaksi, memiliki orbit atau garis edar mereka masing-masing. Semua orbit ini telah ditetapkan berdasarkan perhitungan yang sangat teliti dengan cermat. Yang membangun dan memelihara tatanan sempurna ini adalah Allah, Pencipta seluruh sekalian alam.
Garis edar di alam semesta tidak hanya dimiliki oleh benda-benda angkasa. Galaksi-galaksi pun berjalan pada kecepatan luar biasa dalam suatu garis peredaran yang terhitung dan terencana. Selama pergerakan ini, tak satupun dari benda-benda angkasa ini memotong lintasan yang lain, atau bertabrakan dengan lainnya. Bahkan, telah teramati bahwa sejumlah galaksi berpapasan satu sama lain tanpa satu pun dari bagian-bagiannya saling bersentuhan.
Dapat dipastikan bahwa pada saat Al Qur'an diturunkan, manusia tidak memiliki teleskop masa kini ataupun teknologi canggih untuk mengamati ruang angkasa berjarak jutaan kilometer, tidak pula pengetahuan fisika ataupun astronomi modern. Karenanya, saat itu tidaklah mungkin untuk mengatakan secara ilmiah bahwa ruang angkasa "dipenuhi lintasan dan garis edar" sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut. Akan tetapi, hal ini dinyatakan secara terbuka kepada kita dalam Al Qur'an yang diturunkan pada saat itu: karena Al Qur'an adalah firman Allah.



Gambar ini menampakkan peristiwa Big Bang, yang sekali lagi mengungkapkan bahwa Allah telah menciptakan jagat raya dari ketiadaan. Big Bang adalah teori yang telah dibuktikan secara ilmiah. Meskipun sejumlah ilmuwan berusaha mengemukakan sejumlah teori tandingan guna menentangnya, namun bukti-bukti ilmiah malah menjadikan teori Big Bang diterima secara penuh oleh masyarakat ilmiah.
Satu ayat lagi tentang penciptaan langit adalah sebagaimana berikut:
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (Al Qur'an, 21:30)
Kata "ratq" yang di sini diterjemahkan sebagai "suatu yang padu" digunakan untuk merujuk pada dua zat berbeda yang membentuk suatu kesatuan. Ungkapan "Kami pisahkan antara keduanya" adalah terjemahan kata Arab "fataqa", dan bermakna bahwa sesuatu muncul menjadi ada melalui peristiwa pemisahan atau pemecahan struktur dari "ratq". Perkecambahan biji dan munculnya tunas dari dalam tanah adalah salah satu peristiwa yang diungkapkan dengan menggunakan kata ini.
Marilah kita kaji ayat ini kembali berdasarkan pengetahuan ini. Dalam ayat tersebut, langit dan bumi adalah subyek dari kata sifat "fatq". Keduanya lalu terpisah ("fataqa") satu sama lain. Menariknya, ketika mengingat kembali tahap-tahap awal peristiwa Big Bang, kita pahami bahwa satu titik tunggal berisi seluruh materi di alam semesta. Dengan kata lain, segala sesuatu, termasuk "langit dan bumi" yang saat itu belumlah diciptakan, juga terkandung dalam titik tunggal yang masih berada pada keadaan "ratq" ini. Titik tunggal ini meledak sangat dahsyat, sehingga menyebabkan materi-materi yang dikandungnya untuk "fataqa" (terpisah), dan dalam rangkaian peristiwa tersebut, bangunan dan tatanan keseluruhan alam semesta terbentuk.
Ketika kita bandingkan penjelasan ayat tersebut dengan berbagai penemuan ilmiah, akan kita pahami bahwa keduanya benar-benar bersesuaian satu sama lain. Yang sungguh menarik lagi, penemuan-penemuan ini belumlah terjadi sebelum abad ke-20.

Mengembangnya Alam Semesta




Edwin Hubble dengan teleskop besarnya.
Dalam Al Qur'an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut ini:
"Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya." (Al Qur'an, 51:47)
Kata "langit", sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, digunakan di banyak tempat dalam Al Qur'an dengan makna luar angkasa dan alam semesta. Di sini sekali lagi, kata tersebut digunakan dengan arti ini. Dengan kata lain, dalam Al Qur'an dikatakan bahwa alam semesta "mengalami perluasan atau mengembang". Dan inilah yang kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.


Sejak terjadinya peristiwa Big Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan kecepatan maha dahsyat. Para ilmuwan menyamakan peristiwa mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus "mengembang".
Pada awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929. Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak saling menjauhi. Sebuah alam semesta, di mana segala sesuatunya terus bergerak menjauhi satu sama lain, berarti bahwa alam semesta tersebut terus-menerus "mengembang". Pengamatan yang dilakukan di tahun-tahun berikutnya memperkokoh fakta bahwa alam semesta terus mengembang. Kenyataan ini diterangkan dalam Al Qur'an pada saat tak seorang pun mengetahuinya. Ini dikarenakan Al Qur'an adalah firman Allah, Sang Pencipta, dan Pengatur keseluruhan alam semesta.

Anda Lebih suka bertualang Atw Tidak...???

Automatic Created Playlist by www.autoplaylist.com
Make Your Own Mp3 & Video Playlist at www.autoplaylist.com
Powered By Blogger

Sesuatu yg kusuka...

  • V Channel
  • MTV
  • MNC
  • Film lucu di trans 7 ya itu opra van java
  • music:jazz,rock,pop,R&B,Hip-Hop
  • Film 2012

Anda pengunjung yg Ke:

Ingat Wktu

Calender

My Map

Daftar Blog Teman

Daftar Blog Guru Mutiara

  • Manasik Haji Angkatan ke-7 - SMP IT Mutiara YPIT Duri kembali mengadakan Peragaan Manasik Haji pada tahun pelajaran 2012-2013. Manasik haji yang ke-7 ini diselenggarakan pada hari Sabt...
    11 tahun yang lalu
  • OUR MINDSET - Dunia memberi apa Yang kita Fokuskan Bila anda memandang diri anda kecil, dunia akan tampak sempit, dan tindakan anda pun jadi kerdil Namun bila anda mema...
    14 tahun yang lalu
  • Khitbah & Walimah - Oleh Ustdz Herlini Amran, MA. “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung...
    14 tahun yang lalu
  • Mencari Lailatul Qadar - Syaikh Salim Bin Ied Al Hilaly dan Syaikh Ali Bin Hasan Bin Ali Bin Abdul HamidKeutamaannya sangat besar, karena malam ini menyaksikan turunnya Al Quran Al...
    15 tahun yang lalu

Pengikut

Chat Place


ShoutMix chat widget